IBADAH HAJI DAN UMROH

November 15, 2009 1 comment

HAJI DAN UMROH (bagian 1)

Oleh:Abu Halwa

Bismullahirrohmaanirrohiim Alhamdulillaahirobbil ‘Aalamiin Washshsolaatu wassalaamu ‘Alaa sayyidinaa wa Maulaanaa Wa Qudwatunaa Kanjeng Nabi Muhammad SHOLLALLOOHU ‘ALAHI WA AALIHII WASHOHBIHII WASALLAM…Ammaa Ba’du..

Pada tulisan kali ini,kita akan membicarakan soal Haji dan Umroh dan hal-hal yang berhubungan dengan dua hal tersebut.Pembahasannya Insya Allah akan saya tulis beberapa bagian,mengingat mungkin tema kita kali ini agak cukup panjang.Mulai dari Ta’rif Haji dan Umroh,hukum,hikmah,kepada siapa haji diwajibkan,syarat sah haji dan seterusnya…

1- Ta’rif Haji dan Umroh.

HAJI.

Haji secara lughot atau bahasa berarti menuju.Menurut Syekh Kholil arti “Hajj” secara bahasa adalah Al qoshdu ilaa man yu’adzdzom atau menuju pada” sesuatu” yang diagungkan.Sedangkan menurut Syara’,Haji adalah Menuju ke Baitulloh Al Haram untuk melaksanakan Ibadah khusus dengan syarat-syrat yang sudah ditentukan.

UMROH.

Umroh secara lughot punya makna ziaroh atau bertandang/bertamu.Sedangkan secara syara’ ialah menuju ke Baitulloh al Haram diselain waktu haji untuk menjalankan ibadah makhsus dengan syarat-syarat khusus pula.

PERBEDAAN ANTARA HAJI DAN UMROH.

Haji dan Umroh berbeda dari soal waktu juga sebagian dalam hukum-hukumnya.Dari segi waktu misalnya,Haji harus masuk pada Asyhurun Ma’luumaat atau bulan-bulan yang sudah diketahui/ditentukan,tidak boleh diluar dari bulan-bulan tersebut dan tidak sah niat haji kecuali berada dibulan2 tersebut.Bulan-bulan tersebut adalah Syawwal,Dzul Qo’dah dan Sepuluh yang pertama dari bulan Dzul Hijjah.Sedangkan Umroh waktunya bebas kapan saja.

Sedangkan dari segi hukum ada sebagian yang berbeda,diantaranya dalam haji ada kewajiban Wukuf di Arafah,Mabit di Muzdalifah dan Mina,melempar Jumar/jumroh dan lain-lain.Sedangkan dalam umroh hal-hal tersebut tidak ada.

2- ZAMANU MASYRUU’IYYAATIHIMAA.

Masa di syari’atkannya haji dan umroh para ulama berbeda pendapat.Namun yang paling Rojih/kuat adalah pada tahun 9 Hijriyyah.Dalilnya adalah Hadits Kanjeng Nabi Al Musthofaa Shollalloohu ‘alaihi wasallam,Riwayat Bukhori & Muslim,ketika sebuah rombongan yang dipimpin Abdul Qois menghadap Nabi Shollallohu ‘alaihi Wasallam di awal tahun 9 hijriyyah.Mereka bertanya kepada Kanjeng Nabi,perintah-perintah agama apa saja yang wajib mereka lakukan.Nabi bersabda:”Aamurukum bil Iimaani Billaahi,Wa Iqoomishsholaati,Wa Itaa’izzakaati,Washoumi Romadloona,Wa An tu’thu Alkhumus minalmaghnam”.Aku perintahkan kalian beriman kepada Allah,mendirikan sholat,menunaikan zakat,puasa romadlon dan seperlima dari harta rampasan.

Dalil tersebut sekaligus sebagai jawaban bagi sebagian pendapat yang mengatakan bahwa haji disyariatkan sebelum tahun 9 hijriyyah.Kalau Haji diwajibkan sebelum tahun 9 hijriyyah,tentu Kanjeng Nabi pun akan menyebut kewajiban haji kepada rombongan Abdul Qois tersebut.

Insya Allah akan berlanjut ke masalah Hukum dan Dalil Haji…

Categories: ARTIKEL ILMU

DIROSAH HADITS VI

ISTILAH NAMA-NAMA DAN PEMBAGIAN HADITS

Dengan memperhatikan matan hadits,menyelidiki setiap rowi serta dengan meneliti sanad,yakni rangkaian para perowi mulai penerima pertama hingga yang terakhir sekali menerima hadits,maka para ulama ahli hadits memberi istilah nama-nama hadits serta derajat dan nilainya masing-masing sesuai dengan kriteria yang dibuat mereka.Hingga para muhadditisin membagi hadits sampai 57 macam.

1. HADITS SHOHIH

Shohih arti aslinya adalah benar dan oleh sebab itu tidak diragukan lagi bahwa hadits shohih adalah benar-benar hadits nabi SAW.Hadits tersebut mempunyai kekuatan wajibnya diamalkan serta memberi keyakinan untuk digunakan sebagai hujjah dan dalil menetapkan hukum.

Syarat-syarat hadits shohih ialah :

a- Sifat dari setiap rowinya harus benar-benar memenuhi kriteria sebagaimana sudah disebutkan dalam dirosah sebelumnya.Silahkan untuk kembali mengkajinya…

b- Setiap rowi dalam sanadnya bukan sebagai pendusta atau dianggap sebagai pendusta,tidak banyak salah atau kurang teliti,bukan orang fasik,bukan yang diragukan,bukan ahli bid’ah,bukan orang yang lemah hafalannya,bukan pula orang yang seringkali menyalahi rowi yang dianggap lebih kuat darinya.Demikian pula rowi tersebut wajib dikenal minimal oleh dua orang ahli hadits dizamannya atau dengan kata lain bukan orang yang majhul sejarah hidupnya.

c- Hadits yang dapat dinilai shohih harus terlepas dari dan tidak ada cacat atau ‘illatnya sedikitpun.Sebab jika ada cacat atau ber’illat maka termasuk hadits ma’lul,mu’tal,mu’allal.Keterangan hadits ini akan kita bahas pada catatan-catatan selanjutnya.

Hadits shohih terbagi dua macam.,yaitu shohih lidzaatih dan shohih lighoirih.

Shohih lidzaatih ialah keshohihannya tersebut memang dari dzatnya sendiri.artinya tanpa dibantu atau didukung dari keterangan-keterangan hadits lain.

Adapun hadits shohih lighoirih ialah keshohihannya tersebut karena dibantu atau didukung hadits lainnya yang berderajat hadits hasan.Artinya kalau ditilik dari sanadnya hadits itu sebenarnya derajatnya hasan,tetapi karena sebab terdapat keterangan-keterangan lain yang menguatkannya,maka derajat hadits tersebut naik menjadi shohih.Oleh karena itu hadits ini disebut shohih lighoirihi.

BERSAMBUNG MANING….ENTENANA BAE SAMPE PRAGATE..

Categories: ARTIKEL ILMU

DIROSAH HADITS V

April 27, 2008 Leave a comment

MENGENAI KATA-KATA HADITSUN SHOHIH ‘ALAA SYARTHIL BUKHORI ATAU ‘ALAA SYARTHI MUSLIM.

Kalau kita menemukan kata-kata diatas,maka menurut mudawwinnya,hadits itu dianggap hadits shohih menurut syarat yang ditetapkan oleh Imam Bukhori atau yang ditetapkan oleh Imam Muslim,dan tentu saja yang mengatakan demikian itu adalah mudawwin selain Imam Bukhori dan Imam Muslim.Syarat-syarat itu tidak saya kemukakan disini,tetapi secara umumnya saja akan diuraikan nanti dalam membicarakan hadits shohih.

Mengapa hanya dua imam diatas itu saja yang disebutkan persyaratannya untuk menentukan shohihnya sebuah hadits?..sebab memang dua imam hadits itulah yang mencantumkan hadits2 shohih dalam kitabnya masing-masing yang diakui validitasnya dikalangan ahlul hadits..Baik Imam Bukhori atau Imam Muslim sama-sama menetapkan persyaratan untuk keshohihan sebuah hadits.Maka persyaratan itulah yang dianggap baik dan terjamin ketelitiannya oleh Imam-imam hadits yang lain.Memang ada Imam-imam hadits lain yang membuat persyaratan shohihnya suatu hadits,tetapi pada umumnya tidak sekeras persyaratan yang dibuat oleh Imam Bukhori dan Muslim.bahkan adakalanya sangat lunak.

KATA-KATA ISNAD SHOHIH,ISNAD JAYYID DAN ISNAD LAA BA’SA BIH DAN LAIN-LAIN.

Mengingat tiap-tiap rowi juga menilik sekumpulan atau sejumlah para rowi yang merupakan isnad suatu hadits,maka dapatlah dinilai bagaimana keadaan isnad itu sendiri.Oleh karena itu adakalanya isnad itu shohih,jayyid (baik dan nilainya diabawah shohih),ada pula hasan (baik),laa ba’sa bih (tidak apa-apa atau bisa diterima dan nilainya dibawah hasan) dan ada pula yang dho’if (lemah). KALIMAT BI ISNAADIN SHOHIH ‘ALAA SYARTHIL BUKHORI ATAU ‘ALAA SYARTHI MUSLIM Kalau kita menemukan kata-kata seperti diatas,maka menurut mudawwinnya,hadits yang diriwayatkannya itu dengan menggunakan isnad shohih menurut syarat yang ditetapkan oleh Imam Bukhori atau Imam Muslim.

Bersambung maniiing…

Categories: ARTIKEL ILMU

DIROSAH HADITS IV

April 23, 2008 Leave a comment

KATA-KATA YANG SERING DIJUMPAI DALAM KITAB HADITS.

Pertama : kata ( ‘an ).

a- Contoh: ‘An Abi Hurairah ra…Artinya :”Dari Abu Hurairah ra”.Maksudnya ialah bahwa hadits yang ada dibelakang kata-kata tersebut adalah diriwayatkan oleh sahabat Rosululullah SAW yang bernama Abu Hurairah ra.

b- ‘An Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud,artinya :”Dari Abu Abdirrahman yaitu Abdullah bin Mas’ud”.Maksudnya adalah bahwa hadits yang ada dibelakangnya tersebut diriwayatkan  oleh Abdullah dan ia mempunyai anak yang namanya Abdurrahman,maka dikatakan Abu Abdirrahman atau bapaknya Abdurrahman.Sedangkan Abdullah sendiri adalah anaknya Mas’ud.Jadi Mas’ud itu adalah ayahnya Abdullah juga kakeknya Abdurrahman.

Mungkin ada diantara kita ada yang bertanya:”Mengapa tidak dikatakan:’An Abdillah saja,kenapa harus diembel-embeli nama anaknya yakni Abdurrahman dan juga kakeknya yaitu Mas’ud?…Sebabnya ialah nama Abdullah itu banyak dikalangan para sahabat.Ada Abdullah bin Umar,Abdullah bin Abbas,Abdullah bin Mas’ud dan lain-lain.maka untuk membedakan antara Abdullah yang satu dengan lainnya perlu sekali ditambahkan nama anak serta ayahnya atau tambahan anaknya atau ayahnya saja.

c- ‘An ‘Amribni Syu’aeb ‘an abiihi ‘an jaddihii…Artinya: dari ‘Amr bin Syu’aeb dari ayahnya dari kakeknya”..Maksudnya ialah bahwa hadits yang ada dibelakangnya tersebut diriwayatkan oleh ‘Amr bin Syu’aeb,ia menerima dari ayahnya yakni Syu’aeb,sedangkan Syu’aeb menerima dari ayahnya yaitu kakek ‘Amr.Jadi penerima pertama kali ialah kakek ‘Amr dari Nabi Muhammad SAW.Bukan ‘Amr dan bukan juga ayahnya.

Dengan menilik uraian yang tercantum dalam (a-),(b-) dan (c-) diatas,dapatlah kita mengerti bahwa belum tentu nama yang tertera dibelakang kata ‘An atu pasti penerima pertama dari hadits yang sabdakan,dikerjakan atau ditaqrirkan oleh Rosulullah SAW,atau dengan kata lain bahwa nama yang dibelakang kata ‘An itu merupakan sanad terakhir,tetapi dapat juga penerima kedua,ketiga dan selanjutnya.

Dalam contoh-contoh diatas misalnya Abu Hurairah ra (a-) atau Abu Abdurrahman (b-) yang namanya sendiri Abdullah itu memang penerima langsung atau rowi pertama.Tetapi ‘Amr (c-) bukan penerima langsung atau rowi pertama hadits,sebab rowi pertama adalah kakeknya,sedangkan Syu’eb ayah ‘Amr adalah rowi kedua dan ‘Amr sendiri adalah rowi ketiga.

Kedua : kata Wa ‘anhu serta wa ‘anha dalam permulaan.

Kata Wa ‘anhu arti sebenarnya adalah “dan darinya” untuk orang laki-laki,sedangkan wa ‘anha untuk perempuan.Maksudnya hadits yang ada dibelakang itu rowinya sama dengan yang sebelumnya.Misalnya hadits no.296,tercantum ‘An Abi Hurairah ra,jadi rowi haditsnya adalah abu Hurairah ra.Lalu pada hadits selanjutnya yaitu no.297 dicantaumkan kata wa ‘anhu,maka artinya ialah:”dan dari nya”.kata Nya disini tentulah Abu Hurairah ra yang dimaksud.

Demikian pula misalnya hadits no.631 tercantum disana kata ‘An Aisyah ra,artinya “dari Aisyah”,lalu pada hadits selanjutnya no.632 hanya dicantumkan kata wa ‘anha,artinya “dan dari nya”.nah Nya disini isinya adalah Aisyah ra.

bersambung maniiiing…

Categories: ARTIKEL ILMU

DIROSAH HADITS III

April 22, 2008 Leave a comment

CARA MENGENAL SIFAT-SIFAT ROWI HADITS

Untuk mengenal siapa para perowi hadits baik tentang sifat dan kehidupan mereka tentu kita harus mengetahui dan mengkajinya melalui buku-buku biografi yang banyak ditulis oleh para ulama.

Para perawi hadits sejak masa nabi SAW sampai dicatat atau dikumpulkannya hadits-hadits tersebut oleh para mukhorrij atau mudawwin,sudah pasti disebut-sebut keadaan pribadi rowi itu masing-masingnya.Baik rowi itu termasuk dari golongan sahabat,tabi’in dan orang-orang yang sesudah tabi’in.

Banyak kitab-kitab yang khusus menjelaskan tentang biografi para perowi hadits dari sejak kelahirannya sampai akhir hidupnya.Maka dari itu tak ada satupun biografi hidup seorang rowi yang terlepas dari sorotan ahlul hadits,karena hal itu sangat penting untuk bisa menilai derajat sebuah hadits.

Ada memang satu atau dua rowi yang tidak diketahui sejarah hidupnya ataupun terlepas dari catatan sejarah.Rowi semacam ini disebut rowi majhul yakni tidak diketahui atau dikenal.Maka jika ada hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang majhul,haditsnya tentu tidak bisa diterima.

Dalam kitab-kitab yang mencatat keadaan para rowi itu,maka setiap seorang rowi wajiblah dikenal minimal oleh dua orang ahli hadits pada masanya masing-masing yang benar-benar mengetahui hal ikhwal rowi yang bersangkutan.

Para pengarang kitab yang menyusun dan menguraikan sejarah hidup para rowi beserta sifat-sifatnya yaitu antara lain :

a- Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqolany.Beliau menyusun kitab-kitab sebagai berikut:
1. Tahdzibut-tahdzib,12 jilid dan memuat 12460 rowi.
2. Ta’jiilul-manfa’ah.1 jilid.memuat 1733 rowi selain yang ada di tahdzibut-tadzhib

3. Addurorul-kaminah.4 jilid,memuat 5320 rawi.
4. Al-Ishobah,8 jilid,memuat 11279.Kitab ini lebih spesifik menguraikan sejarah para sahabat Rosulullah SAW.
5. Lisanul mizan,6 jilid,memuat 14343 rowi.

b- Imam Adz-dzahabi.Beliau menyusun kitab bernama Mizanul-I’tidaal,3 jilid dan memuat 10907 rowi.

c- Imam Bukhori menyusun kitab At-Tarikhul-kabir.6 jilid dan memuat 9048 rowi.

d- Imam Ibnun nadin.Beliau menyusun kitab Al-Fihrist 10 jilid,7202 rowi.
e- Imam Abdul hayy Al-Hasani menyusun kitab Nuzhatul-Khawatir,3 jilid dan memuat 807 rowi.
f- Imam Ibnu Abi Hatim menyusun kitab Al-Jarhu wat-ta’diil,9 jilid,18040 rowi.
g- Ibnul Atsir,menyusun kitab Usudul-ghobah,4 jilid,memuat 6500 para sahabat rosulullah SAW.
h- Imam ASy-Syaukani,menyusun kitab Al badruth-tholi’,2 jilid dan memuat 441 rowi.

Beliau-beliau itulah yang digelari oleh para ulama sebagai Rijalul hadits atau para pahlawan hadits.

BERSAMBUNG DEUI…

Categories: Uncategorized

DIROSAH HADITS II

April 22, 2008 Leave a comment

SYARAT-SYARAT YANG WAJIB DIMILIKI OLEH ROWI.

Setiap Rowi hadits haruslah memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut,agar hadits yang diriwayatkannya bisa dijadikan hujjah dan kuat.Karena ini sangat menentukan nilai dan derajat hadits yang diriwayatkannya.Diantara kriteria tersebut adalah:

a- Bulugh artinya ia sudah baligh menurut ketentuan agama.Artinya bahwa ia sudah baligh ketika meriwayatkan hadits yang bersangkutan,sekalipun waktu menerimanya masih kecil atau belum mencapai baligh.

b- Islam.artinya saat ia menyampaikan hadits ia dalam keadaan islam,walaupun waktu menerimanya masih beragama lain.

c- ‘Adalah.Yakni orang islam,aqil baligh (berakal) dan tidak terjangkit penyakit gila,juga tidak pernah melakukan dosa besar serta tidak membiasakan melakukan dosa kecil.

d-Dhobath.yaitu dapat menangkap apa yang diterima dan didengar,kuat hafalannya dan bukan pelupa,sehingga dimana dan kapan saatnyapun jika diperlukan maka ia dapat mengulang kembali dan menyebutkan hadits yang diterima olehnya itu dengan baik dan lancar.

e- Ittishol.yakni bersambung.artinya rowi yang menerima hadits itu bertemu langsung dengan rowi yang diatasnya,jadi seperti rawi G bertemu dengan F,rowi F bertemu dengan rowi E,E bertemu D demikian seterusnya hingga rowi A bertemu sendiri dengan Rosulullah SAW.

f- Ghiru syadz.yakni tidak ganjil.Maksudnya hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadits lain yang lebih kuat dan juga tidak berlawanan dengan Al qur’an.

Demikianlah beberapa syarat yang perlu dimiliki oleh setiap rowi hadits.Selain syarat-syarat tersebut diatas,untuk memberi nilai bahwa hadits itu benar-benar shohih atau hasan masih diperlukan syarat-syarat yang lain yang insya Allah kita akan bahas pada tulisan-tulisan selanjutnya.

Categories: Uncategorized

DIROSAH ILMU HADITS

April 22, 2008 Leave a comment

KITAB-KITAB HADITS DAN TINGKATANNYA.

Kitab-kitab hadits yang biasa disebut-sebut dalam mengemukakan alasan untuk menentukan sutu hukum agama itu banyak sekali.Tetapi yang masyhur diantaranya ialah Shohih bukhori,shohih Muslim,Jami’ Imam Tirmidzi,Shohih Ibnu Hibban,Shohih Ibnu Khuzaimah,Almuwaththo’ Imam Malik,Sunan Abu Dawud,Sunan Abu Dawud,Sunan Ibnu Majah,Sunan An Nasa’i,Sunan Al Baihaqy,Al-Mustadrok Imam Hakim,Musnad Imam Syafi’ie,Musnad Ahmad,Al-Mu’jam Thobroni (terdiri dari tiga macam,shoghir,awsath dan kabir),dan Shohih Ibnu ‘Awanah Rodhiyallohu ‘anhum wa wardhoohum ajma’iin.

Dari uraian diatas kita dapat mengetahui bahwa diantaranya ada yang disebut Musnad,sunan atau tidak menggunakan kedua kata tersebut.

Perbedaan antara musnad dan sunan adalah sebagai berikut:

Pertama : Musnad artinya yang disandarkan.Jadi kalau dikatakan sanad berarti rangkaian para perawi dari mukhorrij atau mudawwin paling akhir sampai rowi yang pertama langsung menerima dari Rosulullah SAW.Misalkan Musnad Imam Syafi’ie,maka itu artinya hadits-hadits yang dikumpulkan Imam Syafi’ie,sedang cara pengumpulannya ialah tiap-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat secara berurutan,misalnya sahabat Ibnu Abbas,lalu Umar,Aisyah,Abu Hurairah dan demikian seterusnya.Oleh karena itu kitab hadits yang bernama Musnad,fasal-fasalnya tidak berurutan seperti kitab fiqih,misalnya fasal thoharoh dulu,baru fasal sholat,zakat,fasal haji.Kemudian dilanjutkan fasal Mu’amalat seperti jual beli dan lain-lain.Diteruskan dengan fasal Munakahat atau yang berhubungan dengan pernikahan,perceraian,fasakh nikah,ruju’ dan sebagainya.Kemudian masuk bab Jinayat atau pelanggaran undang-undang dan masing-masing hukuman yang wajib diberikan terkait dengan pelangaran-pelanggaran tersebut,lalu disambung dengan bab-bab fiqih yang lainnya hingga selesai.

Nah jadi jelas kitab musnad itu isinya tidak beraturan dan berurutan masalah demi masalah yang diketengahkannya.Bab-bab dalam musnad itu,fasal-fasalnya adalah perihal rowi-rowinya yang diutamakan,maka didalamnya terdapat fasal Aisyah,fasal Abdullah bin Umar,Abu Hurairah,Abdullah bin Abbas dan seterusnya dari mulai rowi yang terbanyak meriwayatkan hadits sampai yang paling sedikit.

Kedua: Sunan ialah kitab hadits yang bab-babnya diurutkan menurut urutan fasal-fasal yang berhubungan dengan fiqh,seperti bab thoharoh dulu,lalu mu’amalat,munakahat,jinayat dan sampai akhirnya menurut rangkaian urutan persoalan-persoalan fiqh.

Selanjutnya apabila kitab hadits itu bukan disebut musnad atau sunan,maka cara perurutannya adalah berbeda-beda.ada yang menyerupai musnad dan ada pula yang menyerupai sunan.

Bersambung…

Categories: ARTIKEL ILMU

tentang perusakan keaslian kitab

April 10, 2008 1 comment

Assalamulaikum war wab

Kita sering mendengar bahkan mungkin sudah faham bagi semuanya yang sering melihat atau membeli atau memperhatikan masalah kitab,dimana sudah banyak sekali kitab2 yang dirubah isinya dan menjadi tidak asli lagi sebagaimana muallif atau mushonnif kitab tersebut menulisnya.

Perbedaan pendapat jika tidak dihadapi secara arif dan santun,maka apapun akan dilakukan untuk menghadapi lawan yang dianggapnya bersebrangan.Tak perduli lagi halal haram,terpuji dan tercelanya,melanggar kode etik sebuah hak karya serta tidak punya rasa malu.

Selama yang saya ketahui dan saya dengar bahwa yang menjadi “korban” selama ini adalah kitab2 yang berhaluan Ahlussunnah wal jama’ah yang teologinya mengikut Syekh al ‘aimmah al’arif billah al’allamah abu alhasan al asy’ary,dan ternyata bukan hanya di soal tauhid atau ilmu kalam,melainkan juga kitab2 fiqh dan furu’iyyah.

sebuah contoh..ada teman di doha sewaktu umroh membeli sebuah kitab,namanya “Al Ibanah” karya Al Imamul ‘aimmah abu alhasan al’asy’ary,tapi apa yang terjadi,ternyata isinya teramat jauh dari aslinya.Kitab tersebut tetap bernama “al ibanah” dan mushonnifnya pun sama.Tapi isi yang terkandungnya sudah tidak asli lagi.Ini bisa diketahui karena “Al Ibanah” yang klasik dan asli masih banyak yang memiliki..

Dalam kitab hadits bisa diambil contoh,saya belum lama membeli kitab “Al futuhaat Al Robbaniyyah” karangan Syekh Ibnu ‘allan atau Al Alim al robbany al ‘allamah syekh muhammad ‘ali bin muhammad bin muhammad ‘allan al bakry al siddiqy a’ syafi;y rohimahulloh.Beliau hidup jauh setelah Al Imam al muhaddits al faqiih Imam nawawy ra.Ibnu ‘allan adalah salah seorang kibar al ulama dimasanya.terlahir di makkah,wafat pada tahun 1057 H.Sedangkan Imam Nawawi ra sendiri wafat 24 rojab 676 H.

Apa hubungannya antara kedua ulama besar tersebut.Diantaranya adalah karena Ibnu Allan adalah seorang ulama pembela Al qur’an dan sunnah yang banyak pemikiran dan ilmunya merujuk kepada Imam Nawawy ra.Banyak sekali kitab2 karya Ibnu “allan ini dan pada umumnya berukuran besar sehingga dicetak berjilid2.

Salah satu karyanya adalah seperti yang saya sebutkan di atas “Al futuuhat al robbaniyyah” syarah kitab “Al adzkaar Al nawawiyyah”.Dalam cetakan lama kitab tersebut sampai 14 jilid dalam ukuran besar.Tapi yang baru saya beli belum lama ternyata hanya 3 jilid saja dan di cetak tahun 2005.Isinya sudah jelas banyak yang kurang (dibuang) bahkan disana sini banyak ditambahi komentar yang tidak pada tempatnya.

Dalam kitab fiqh,saya dapat informasi misalnya kitab “al Umm” karya monumental Imam Besar sang mujtahid Al Imam Al Syafi’i juga tak luput dari “serangan” mereka,isinya diambil,dicoplok dan di buang sekiranya dianggap berlawanan dengan mereka.

Bukan tidak mungkin masih banyak kitab2 yang beredar (dengan cetakan2 baru) dilapangan yang sudah tidak asli lagi.Kepada siapa saja yang perduli dengan keberlangsungan agama ini maka mari berusaha untuk selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dan berpegang teguh dengan Alqur’an dan sunnah nabi-Nya.

Saya mau tanya,apakah orang/ulama yang berani merusak karya orang lain,mencopot,membuang,menyisipkan racun didalamnya…masih juga harus di elu2kan dan didewa2kan bahkan sampai ghuluw bahwa mereka adalah orang2 yang tauhidnya murni,hatinya bersih,tulus berdakwah,penuh keikhlasan dalam memerangi setiap bid’ah dan khurafat????…

Hujjatul islam Imam ghozali ra menitipkan pesan buat kita semua.dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” bahwa kita harus berhati-hati dengan “ulama” dunia.Mereka ulama-ulama yang telah Allah tutup hatinya dan disesatkan jalannya.Mereka hanya merasa benar sendiri,dakwahnya hanya untuk kepentingan dunianya,tidur diatas tumpukan dolar dinar dan dolar,asyik dan terpesona dengan keindahan tahta kerajaan dan pemerintah.Lupa pada dirinya siapa dan hendak kemana ia pergi?….

Imam al ghozaly ra banyak dibenci oleh kalangan mereka,karena mereka terkena kritikan dan teguran sang imam ini.Kalau mereka memberangus dan anti tasawwuf adalah wajar karena mereka tidak mau dan tidak mampu menjalaninya.Mereka merasa tersudutkan dan aibnya terbuka setelah Imam ghozaly menjelaskan sesungguhnya siapa dan bagaimana ulama sesungguhnya.Mereka lupa bahwa kemuliaan itu haqiqinya adalah lillaahi wa’indallooh….sebagaimana Alqur’an mengatakan :”Fa innal ‘izzata lillahi jamii’an…”..

Semoga aqidah kita semua terjaga dan ditujukkan Allah untuk mengikuti setiap kebenaran..Wallohu a’lam.

carik/guskacung

Categories: Blogroll

NASHIRUDDIN ALBANY

February 6, 2008 Leave a comment

Sebuah Catatan Tentang Syaikh Al-Albani

 

Al-Albani mendloifkan sejumlah hadits Imam Bukhori dan MuslimOleh : Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof


Al-Albani berkata dalam kitab “Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim !? Baik, marilah sekarang kita melihat bukti-buktinya : SELEKSI TERJEMAHAN DARI JILID II

No. 1 : (Hal. 10 no. 1)

Hadis : Nabi SAW bersabda : ”Allah SWT berfirman bahwa ‘Aku akan menjadi musuh dari tiga kelompok orang : 1). Orang yang bersumpah dengan nama Allah namun ia merusaknya, 2). orang yang menjual seseorang sebagai budak dan memakan harganya, 3). Dan orang yang mempekerjakan seorang pekerja dan mendapat secara penuh kerja darinya (sang pekerja -pent) tetapi ia tidak membayar gajinya (HR. Bukhori no. 2114 -versi bahasa arab, atau lihat juga versi bahasa inggris 3430 hal. 236). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini dhoif dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 4111 no. 4054′. Sedikitnya apakah ia tidak mengetahui bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhori dari Abu Hurairah ra. !!!

No. 2 : (Hal. 10 no. 2)

Hadis : ‘Berkurban itu hanya untuk sapi yang dewasa, jika ini menyulitkanmu maka dalam hal ini kurbankanlah domba jantan !! (HR. Muslim no. 1963 – versi bahasa arab, atau lihat versi bahasa inggris 34836 hal. 1086). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 664 no. 6222′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibn Majah dari Jabir ra. !!!

No. 3 : (Hal. 10 no. 3)

Hadis : Diantara manusia yang terjelek dalam pandangan Allah pada hari
kiamat, adalah seorang lelaki yang mencintai istrinya dan istrinya
mencintainya juga, kemudian ia mengumumkan rahasia istrinya (HR. Muslim No. 1437 – versi bahasa arab). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2197 no. 2005′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Sayid ra. !!!

No. 4 (Hal. 10, no. 4)

Hadis : “Jika seseorang bangun pada malam hari (untuk sholat malam -pent), hendaknya ia mengawali sholatnya dengan 2 raka’at yang ringan (HR. Muslim No. 768). Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu I213 no. 718′. Walaupun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!

No. 5 : (Hal. 11 no. 5)

Hadis : ‘Engkau akan dibangkitkan dengan kening ,tangan, dan kaki yang
bercahaya pada hari kiamat, dengan menyempurnakan wudhu ..’ (HR. Muslim No. 246). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’ 2/14 no. 1425′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!

No. 6 : (Hal. 11 no. 6)

Hadis : ‘Kepercayaan paling besar dalam pandangan Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang tidak mengumumkan rahasia antara dirinya danistrinya’ (HR. Muslim no. 124 dan 1437). Al-Albani menyatakan bahwa hadisini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2192 no. 1986′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud dari Abi Sayidra. !!!

N o. 7 : (Hal. 11 no. 7)

Hadis : ‘Jika seseorang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al-Kahfi,ia akan terlindungi dari fitnah Dajal’ (HR. Muslim no. 809). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 5233 no. 5772′. Kalimat yang digunakan oleh Imam Muslim adalah ‘menghafal’ dan bukan ‘membaca’ sebagaimana klaim Al-Albani ! Sungguh sebuah kesalahan yang sangat fatal ! Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Nasa’i dari Abu Darda ra. (Juga dinukil oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin 21021 – versi bahasa inggris) !!!

No. 8 : (Hal. 11 no. Cool

Hadis : ‘Nabi SAW mempunyai seekor kuda yang dipanggil dengan ‘Al-Lahif”(HR. Bukhori, lihat Fath Al-Bari li Al-Hafidz Ibn Hajar 658 no. 2855.Tetapi Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 4208 no. 4489′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahl Ibn Sa’ad ra. !!!

Syeikh Al-Saqof berkata : ‘Ini merupakan kemarahan dari orang yang sakit, sedikit dari (penyimpangan -pent) yang banyak dan jika bukan karena takut akan terlalu panjang dan membosankan pembaca, saya akan menyebutkan lebih banyak contoh dari Kitab-kitabnya Al-Albani ketika membacanya. Saya mencoba membayangkan apa yang akan saya temukan jika mengkaji ulang semua yang ia
tulis ?’.

KELEMAHAN AL-ALBANI DALAM MENELITI HADIS (jilid 1 hal. 20)

Syeikh Saqof berkata : ‘Hal yang aneh dan mencengangkan adalah bahwa Syeikh
Al-Albani banyak menyalahpahami sejumlah besar hadis para Ulama dan tidak
mengindahkan mereka, diakibatkan pengetahuannya yang terbatas, baik secara
langsung atau tidak langsung. Ia memuji dirinya sendiri sebagai sumber yang
‘tidak terbantahkan’ dan seringkali mencoba meniru para Ulama Besar dengan
menggunakan sejumlah istilah seperti ‘Lam aqif ala sanadih’, yang artinya
‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’, atau menggunakan istilah yang serupa
! Ia juga menuduh sejumlah penghafal hadis terbaik dengan tuduhan ‘kurang
teliti’, meskipun ia sendiri (yaitu Al-Albani -pent) adalah contoh terbaik
untuk menggambarkannya (yaitu seorang yang bermasalah tentang
ketelitiannya -pent). Sekarang akan kami sebutkan beberapa contoh untuk membuktikan penjelasan kami :

No. 9 : (Hal. 20 no. 1)

Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 6251 no. 1847′ (dalam kaitannya dengan sebuah riwayat dari Ali ra.) : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.

Syeikh Saqof berkata : ‘Sangat menggelikan ! Jika Al-Albani memang benar adalah salah satu dari Ulama dalam Islam, maka ia akan mengetahui bahwa hadis ini dapat ditemukan dalam kitab ‘Sunan Baihaqi’ 7121 : yang diriwayatkan oleh Abu Sayid Ibn Abi Amarah, yang berkata bahwa Abu al-Abbas Muhammad Ibn Yaqub, yang berkata kepada kami bahwa Ahmad Ibn Abdal Hamid berkata bahwa Abu Usama dari Sufyan dari Salma Ibn Kahil dari Muawiya Ibn Sua’id, ‘Saya menemukan (hadis -pent) ini dalam kitab Ayahku dari Ali ra.’!!

No. 10 : (Hal. 21 no. 2)

Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 3283 : hadis dari Ibn Umar ra. :’Ciuman adalah riba (’Kisses are Usury’ – versi bahasa inggris). : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.

Syeikh Saqof berkata : ‘Hal ini adalah kesalahan yang fatal, karena secara pasti hadis ini dinukil dalam ‘Fatawa Al-Shaykh Ibn Taymiyya Al-Misriyah (3/295)’ : ‘Harb berkata Ubaidillah Ibn Muadz berkata kepada kami, Ayahku berkata kepadaku bahwa Sua’id dari Jiballa mendengar dari Ibn Umar ra. Berkata :’Ciuman adalah riba’. Dan seluruh perawi hadis ini adalah terpercaya menurut Ibn Taimiyah !!!

Hadis dari Ibn Mas’ud ra. : ‘Al-Qur’an diturunkan dengan 7 dialek. Semua
yang ada dalam versi ini mempunyai makna eksplisit dan implisit dan semua larangan sudah pula dijelaskan’. Al-Albani menyatakan dalam penelitiannya atas kitab ‘Mishkat Masabih 180 no. 238, bahwa penulis dari ‘Mishkat’ mengomentari sejumlah hadis dengan kalimat ‘Diriwayatkan dalam Sharhus Sunnah’, tetapi ketika ia meneliti ‘Bab Ilm wa Fadhoil Al-Qur’an’ ia tidak dapat menemukannya !

Syeikh Saqof berkata : Para Ulama Besar telah berbicara ! SALAH, sebagaimana biasanya. Saya berharap untuk meluruskan ‘penyimpangan’ ini, hanya jika ia (yaitu Al-Albani -pent) memang serius serta tertarik untuk mencari hadis ini, maka kami persilahkan ia untuk melihat Bab yang berjudul ‘Al-Khusama fi al-Qur’an’ dari Sharh-us-Sunnah’ (1/262), dan diriwayatkan juga oleh Ibn Hibban dalam Shahih-nya (no. 74), Abu Ya’ala dalam Musnad-nya (no.5403), At-Tahawi dalam Sharh al-Mushkil al-Athar (4/172), Bazzar (3/90 Kashf al-Asrar) dan Haitami telah menyebutkannya dalam Majmu’ al-Zawaid (7/152) dan ia menisbatkannya kepada Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Tabarani dalam Al-Autsat, yang menyatakan bahwa para perawinya adalah terpercaya’ !!!.

No. 12 : (Hal. 22 no. 4)

Al-Albani menyatakan dalam ‘kitab Shohih-nya’ ketika mengomentari Hadis no. 149 : ‘Orang beriman adalah orang yang tidak memenuhi perutnya . . Hadis ini berasal dari Aisyah ra. sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Mundhiri (3/237) dan Al-Hakim dari Ibn Abas ra.. . Saya (Albani) tidak menemukannya dalam Mustadrak al-Hakim setelah mencarinya dalam ‘bagian pemikiran’ (’Thoughts’ section – versi bahasa inggris).

Syeikh Saqof berkata : ‘Tolong jangan mendorong masyarakat untuk jatuh dalam kebodohan dengan kekacauan yang engkau lakukan !! Jika engkau meneliti Kitab Mustadrak Al-Hakim (2/12), engkau akan menemukan hadis ini ! Hal ini membuktikan bahwa engkau tidak mampu untuk menggunakan indeks buku dan hafalan hadis !!!?.

No. 13 : (Hal. 23)

Penilaian yang lain yang juga menggelikan apa yang dilakukan oleh Albani dalam Kitab ‘Shohih-nya 2/476′, ketika mengklaim bahwa hadis : ‘Abu bakar adalah bagian dariku, sambil memegang posisi dari telingaku’, tidak ada dalam kitab ‘Hilya’.

Syeikh Saqof berkata : Kami menyarankan engkau untuk kembali melihat kitab “Hilya , 4/73 !”

No. 14 : (Hal. 23 no. 5)

Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/638 no. 365, edisi keempat :
‘Yahya ibn Malik telah diabaikan oleh enam Ulama Hadis yang Utama, karena ia tidak disebutkan dalam kitab Tahdzib, Taqrib atau Tadzhib’.

Syeikh Saqof berkata: ‘Ini adalah menurut persangkaanmu ! Kenyataannya sebenarnya tidak seperti itu, karena secara pasti Ia (yaitu Al-hafidz Ibn Hajar -pent) telah menyebutkannya (yaitu Yahya ibn Malik -pent) dalam Tahdhib Al-Tahdhib li Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani (12/19 – Edisi Dar El-Fikr) dengan nama kuniyah Abu Ayub Al-Maraghi’ !!!. Maka berhati-hatilah!!!

No. 15 : (Hal. 7)

Al-Albani mengkritik Imam Al-Muhadis Abu’l Fadl Abdullah Ibn Al-Siddiq
Al-Ghimari (Rahimahullah) ketika menyebutkan dalam kitabnya “Al-Kanz
Al-Thamin” sebuah hadis dari Abu Hurairah ra. yang berkaitan dengan perawi Abu Maimunah : ‘Sebarkan salam, berilah makan faqir-miskin …’.

Al-Albani menyatakan dalam ‘Silsilah Al-Dhoifah, 3/492′, setelah menisbatkan hadis kepada Imam Ahmad (2/295) dan lainnya, : ‘Saya katakan bahwa sanad hadis ini ‘Dhoif’ (lemah), Daraqutni telah berkata bahwa ‘Qatada dari Abu Maimuna dari Abu Hurairah : Tidak dikenal (Majhul), dan hadisnya ditinggalkan’. Al-Albani kemudian berkata pada paragraf yang sama : ‘Sebagai catatan, sesuatu yang aneh terjadi diantara Imam Suyuti dan Al-Munawi ketika mereka meneliti hadis ini, dan saya juga telah menunjukkannya pada hadis no. 571, bahwa Al-Ghimari juga salah ketika menyebutkan hadis ini dalam ‘Al-Kanz ‘.

Akan tetapi realitanya menunjukkan bahwa Al-Albani-lah yang sebenarnya paling sering melakukan kesalahan, ketika ia membuat kontradiksi yang besar dengan menggunakan sanad yang sama dalam “Irwa al-Ghalil, 3/238″, tatkala ia berkata : ‘Dinukil oleh Imam Ahmad (2/295), Al-Hakim . . . dari Qatada dari Abu Maimuna dan ia adalah perawi yang terpercaya dalam kitab ‘Al-Taqrib’, dan Hakim berkata : ‘A Sahih Sanad’, dan Al-Dhahabi setuju dengan penilaian Imam Hakim ! Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan ini ! Lalu siapakan menurut pendapat anda yang melakukan kesalahan dan penyimpangan, apakah
Al-Muhaddis Al-Ghumari (termasuk Imam Suyuti and Munawi) ataukah Al-Albani ?

No. 16 : (Hal. 27 no. 3)

Al-Albani hendak melemahkan hadis yang membolehkan para wanita memakai perhiasan emas, dimana pada sanad hadis itu terdapat seorang perawi bernama Muhammad ibn Imara. Al-Albani mengklaim bahwa Abu Hatim berkata bahwa perawi ini adalah ‘tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’, lihat kitab “Hayat al-Albani wa-Atharu. . . jilid 1, hal. 207.”

Yang sebenarnya bahwa Imam Abu Hatim Al-Razi menyatakan dalam Kitabnya ‘Al-Jarh wa At-Ta’dil, 8/45′: ‘Perawi yang baik akan tetapi tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa Al-Albani menghilangkan kalimat ‘Perawi yang baik’ ! .

NB – Al-Albani telah membuat sejumlah hadis yang melarang emas untuk para wanita menjadi hadis yang shohih, walaupun sebelumnya sejumlah Ulama telah menyatakan bahwa hadis-hadis ini adalah ‘Dhoif’ dan dihapus dengan hadis lain yang membolehkan emas bagi wanita. DR. Yusuf al-Qardawi berkata dalam bukunya : ‘Islamic Awakening between Rejection and Extremism’ (judul dalam versi bahasa Inggris -pent) hal. 85: ‘Pada masa kami muncullah Syeikh Nasirudin Al-Albani dengan pendapat-pendapatnya, yang ternyata banyak bertentangan dengan kesepakatan (Ijma’) yang membolehkan para wanita untuk menghiasi dirinya dengan emas, dimana pendapat ini telah diterima oleh seluruh Madzhab selama 14 abad lamanya. Ia (yaitu Al-Albani -pent) tidak hanya menyakini bahwa hadis-hadis ini adalah shohih, akan tetapi hadis ini
juga tidak dihapus (dinasakh ketentuan hukumnya -pent). Sehingga, ia
menyakini bahwa hadis-hadis itu melarang cincin dan anting emas bagi wanita. Sehingga kalau demikian faktanya, maka siapakah yang menetang Ijma’ Umat dengan pendapat-pendapatnya yang ekstrim ?!? .

No. 17 : (Hal. 37 no. 1)

Hadis : Mahmud ibn Lubaid ra. berkata : ‘Rasul SAW telah mendapat informasi tentang seorang lelaki yang telah menceraikan istrinya sebanyak tiga kali (dalam satu duduk), kemudian beliau menjadi marah dan berkata: ”Apakah ia hendak mempermainkan Kitab Allah , tatkala aku masih ada diantara kalian ? kemudian seorang lelaki berdiri dan berkata : ‘Wahai Nabi Allah, apakah saya boleh membunuhnya ?” (HR. An-Nasa’I).

Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini adalah ‘Dhoif’ dalam penelitiannya
pada “Mishkat al-Masabih, 2/981 (edisi ketiga, Beirut 1405 H; Maktab
Al-Islami)”, ketika dia berkata : ‘Orang ini adalah terpercaya, tetapi
sanadnya terputus karena ia tidak mendengar hadis ini dari ayahnya’.

Al-Albani kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan sebelumnya dalam Kitab-nya yang berjudul “Ghayatul Maram Takhrij Ahadith al-Halal wal Haram, no. 261, hal. 164, edisi ketiga, Maktab al-Islami, 1405 H”; dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!!

No. 18 : (Hal. 37 no. 2)

Hadis : ‘Jika salah seorang dari kalian tidur dibawah (sinar) matahari dan
ada bayangan menutupi dirinya, dan sebagian dirinya berada dalam bayangan itu dan bagian yang lain terkena (sinar) matahari, hendaknya ia bangun’. Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini ‘SAHIH’ dalam penelitiannya pada “Shahih Al-Jami’ Al-Shaghir wa Ziyadatuh (1/266/761)”, tetapi kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ pada penelitiannya atas kitab “Mishkat Al-Masabih, 3/1337 no. 4725, edisi ketiga”, dan ia menisbatkan hadis ini pada kitab ‘Sunan Abu Dawud’ !”

No. 19 : (Hal. 38 no. 3)

Hadis : ‘Sholat Jum’at adalah wajib bagi setiap muslim’. Al-Albani menilai
bahwa Hadith ini adalah hadis ‘Dhoif’, pada penelitiannya di kitab “Mishkat
Al-Masabih, 1/434″, Dan berkata : ‘Perawi hadis ini adalah terpercaya tetapi (sanadnya) tidak bersambung sebagaimana diindikasikan oleh Imam Abu Dawud’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam Kitab “Irwa al-Ghalil, 3/54 no. 592″, dengan menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!! Maka berhati-hatilah, Wahai orang yang bijaksana !?!

No. 20 : (hal. 38 no. 4)

Al-Albani membuat kontradiksi yang lain. Ia menganggap Al-Muharrar ibn Abu Huraira sebagai perawi terpercaya di satu tempat dan didhoifkan ditempat yang lain. Al-Albani menyatakan dalam kitab “Irwa al-Ghalil, 4/301″ bahwa ‘Muharrar adalah terpercaya dengan pertolongan Allah SWT, dan Al-Hafiz (yaitu Ibn Hajar) mengomentarinya ‘Dapat diterima’, bahwa pernyataan ini (yaitu penilaian Al-Hafidz Ibn Hajar -pent) tidak dapat diterima, oleh karena itu sanadnya shohih’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah 4/156″ dimana ia menjadikan sanadnya ‘Dhoif’, dengan berkata : ”Para perawinya seluruhnya adalah para perawi Imam Bukhori” , kecuali Al-Muharrar yang merupakan salah satu perawi Imam An-Nasa’I dan Ibn Majah saja. Ia tidak dipercaya kecuali hanya Ibn Hibban, dan karena sebab itulah Al-Hafidz Ibn Hajar tidak mempercayainya, hanya saja ia berkata ‘Dapat Diterima’ ?!? Berhati-hatilah dari penyimpangan ini !!

No. 21: (hal. 39 no. 5)

Hadis : Abdullah Ibn Amr ra. : ‘Sholat Jum’at menjadi wajib bagi siapapun
yang medengar seruannya’ (HR. Abu Dawud). Al-Albani menyatakan bahwa hadis adalah hadis ‘Hasan’ dalam “Irwa Al-Ghalil 3/58″, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’, dalam Kitab “Mishkatul Masabih 1/434 no 1375″ !!!

No. 22 : (Hal. 39 no. 6)

Hadis : Anas Ibn malik ra. berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda :
‘Janganlah menyulitkan diri kalian sendiri, kalau tidak Allah akan
menyulitkan dirimu. Tatkala ada manusia yang menyulitkan diri mereka, maka Allah-pun akan menyulitkan mereka’ (HR. Abu Dawud).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkat, 1/64″, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Hasan’ dalam Kitab “Ghayatul Maram, Hal. 141″ !!

No. 23 : (Hal. 40 no. 7)

Hadis dari Sayidah Aisyah ra. : ‘Siapapun yang memberitahukan kepadamu bahwa Nabi SAW buang air kecil dengan berdiri, maka jangan engkau mempercayainya. Beliau tidak pernah buang air kecil kecuali beliau dalam keadaan duduk’ (HR. Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi).

Al-Albani menyatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’ dalam “Mishkat 1/117.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ dalam “Silsilat Al-Ahadis Al-Shahihah 1/345 no. 201″ !!! Maka ambillah pelajaran dari ini, wahai pembaca yang mulia !?!

No. 24 : (Hal. 40 no. Cool

Hadis : Ada 3 kelompok orang, dimana para Malaikat tidak akan mendekat : 1). Mayat dari orang kafir; 2). Laki-laki yang menggunakan parfum wanita; 3). Seseorang yang melakukan jima’ (hubungan sex -pent) sampai ia membersihan dirinya’ (HR. Abu Dawud).
Al-Albani meneliti hadis ini dalam “Shahih Al-Jami Al-Shaghir wa Ziyadatuh, 3/71 no. 3056″ dengan menyatakan bahwa hadis ini ‘HASAN’ pada penelitian dalam kitab “Al-Targhib 1/91″ [Ia juga menyatakan hadis ini ‘Hasan’ pada bukunya yang diterjemahkan dakam bahasa inggris dengan judul ‘The Etiquettes of Marriage and Wedding, hal. 11]. Kemudian ia membuat pertentangan yang aneh dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkatul-Masabih, 1/144 no. 464″ dan menegaskan bahwa para perawi hadis ini adalah terpercaya, namun sanadnya ada yang terputus antara Al-Hasan Al-Basri dan Ammar ra., sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Mundhiri dalam Kitab ‘Al-Targhib (1/91)’ !?!

No. 25 : (Hal. 42 no. 10)

Imam Malik meriwayatkan bahwa ‘Ibn Abbas ra. biasanya meringkas sholatnya pada jarak perjalanan antara Makkah dan Ta’if atau Makkah dan Usfan atau antara Makkah dan Jeddah’ . . . .

Al-Albani mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat, 1/426 no. 1351″,
tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘SAHIH’ dalam “Irwa Al-Ghalil, 3/14″ !!

No. 26 : (Hal. 43 no. 12)

Hadis : ‘Tinggalkan orang-orang Ethoipia selama mereka meninggalkanmu, karena tidak seorangpun akan mengambil harta yang berada di Ka’bah kecuali seseorang yang mempunyai dua kaki yang lemah dari Ethoipia’.

Al-Albani telah mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat 3/1495 no.
5429″ dengan mengatakan bahwa : “Sanad hadis ini Dhoif”. Tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya (sebagaimana kebiasannya), dengan mengoreksi penilaiannya atas hadis yang sama dalam Kitab “Shahihah, 2/415 no. 772.”

No. 27 : (Hal. 32)

Ia memuji Syeikh Habib al-Rahman al-Azami dalam kitab ‘Shahih Al-Targhib wa Tarhib, hal. 63′, dimana ia berkata : ‘Saya ingin agar anda mengetahui satu hal yang membanggakan saya ….. dimana kitab ini telah dikomentari oleh Ulama yang terhormat dan terpandang yaitu Syeikh Habib al-Rahman al-Azami” . . . dan ia juga mengatakan pada halaman yang sama, ”Dan yang membuatku lebih merasa senang dalam hal ini, bahwa kajian serta hasil penelitian ini ditanggapi (dengan baik -pent) oleh Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . .”

Al-Albani yang sebelumnya memuji Syeikh al-Azami dalam buku diatas, kemudian membuat pertentangan lagi dalam pengantar dari bukunya yang berjudul ‘Adab Az-Zufaf’ (The Etiquettes of Marriage and Wedding), edisi terbaru hal. 8, dimana ia disitu berkata : ‘Al-Ansari telah menggunakan dalam akhir dari suratnya, salah satu dari musuh As-Sunnah, Hadis dan Tauhid, dimana orang yang terkenal dalam hal ini adalah Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . . . disebabkan karena sikap pengecutnya dan sedikit mengambil dari para Ulama . . . . .”

NB : (Nukilan diatas berasal dari Kitab ‘Adab Az-Zufaf’ , tidak ditemukan
dalam terjemahan versi bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh para
pengikutnya, yang menunjukkan mereka dengan sengaja tidak menerjemahkan bagian tertentu dari keseluruhan kitab tersebut). Oleh karena itu perhatikan penyimpangan ini, Wahai para pembaca yang mulia ?!?

No. 28 : (Hal. 143 no. 1)

Hadis dari Abi Barza ra. : ‘Demi Allah, engkau tidak akan menemukan orang yang lebih (baik -pent) daripada diriku’ (HR. An-Nasa’I 7/120 no. 4103).

Al-Albani mengatakan bahwa Hadis ini adalah ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih
Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/105 no. 6978″, dan secara aneh menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, pg. 164 no. 287.”Maka berhati-hatilah dari penyimpangan ini ?!?

No 29 : (Hal. 144 no. 2 )

Hadis dari Harmala Ibn Amru Al-Aslami dari pamannya : ”Melempar batu
kerikil saat ‘Jimar’ dengan meletakkan ujung ibu jari pada jari telunjuk”
(Shahih Ibn Khuzaimah, 4/276-277 no. 2874) .

Al-Albani sedikit saja mengetahui kelemahan dari hadis ini yang dinukil
dalam “Shahih Ibn Khuzaimah”, (dengan berani -pent) ia mengatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ pada “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 1/312 no. 923 !”

No 30 : (Hal.144 no. 3 )

Hadis dari Sayyidina Jabir ibn Abdullah ra. : ”Nabi SAW pernah ditanya
tentang masalah ‘junub’ … bolehkah ia (yaitu orang yang sedang
junub -pent) makan, minum dan tidur …Beliau menjawab : ‘Boleh’, jika orang ini melakukan wudhu’ ” (HR. Ibn Khuzaimah no. 217 ; HR. Ibn Majah no. 592).

Al-Albani telah menuduh bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam komentarnya dalam “Ibn Khuzaimah, 1/108 no. 217″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status dari hadis diatas dalam kitab “Shahih Ibn Majah, 1/96 no. 482 ” !!

No. 31 : (Hal. 145 no. 4)

Hadis dari Aisyah ra. : ‘Tong adalah tong (A vessel as a vessel), sedangkan makanan adalah makanan’ (HR. An-Nasa’I , 7/71 no. 3957).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘SAHIH’ dalam “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 2/13 no. 1462″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, no. 263 hal. 157″ dengan menyatakan
bahwa hadis ini adalah ‘Dhoif’ !!!

No. 32 : (Hal. 145 no. 5)

Hadis dari Anas ra. : Hendaknya setiap orang dari kalian memohon kepada Allah SWT untuk seluruh kebutuhannya, walaupun untuk tali sandal kalian jika ia putus’.

Al-Albani menyatakan bahwa Hadis diatas adalah ‘HASAN’ dalam penelitiannya pada kitab “Mishkat, 2/696 no. 2251 and 2252″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini dalam kitab “Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/69 no. 4947 dan 4948″ !!!

No 33 : (Hal. 146 no. 6 )

Hadis dari Abu Dzar ra. : ”Jika engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah
pada tengah bulan (antara tanggal -pent) 13,14 dan 15 (tiap bulan qomariyah -pent)”.

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan
An-Nasa’i, hal. 84″ dan pada komentarnya dalam kitab “Ibn Khuzaimah, 3/302 no. 2127″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini sebagai hadis yang ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 2/10 no. 1448″ dan juga mengoreksinya dalam kitab “Shahih An-Nasa ‘i, 3/902 no. 4021″ !! Sungguh kontrdiksi yang sangat aneh ?!?

NB : (Al-Albani menyebutkan hadis ini dalam ‘Shahih Al-Nasa’i’ dan dalam
‘Dhoif An-Nasa’I’, yang membuktikan bahwa ia tidak memperhatikan apa yang telah ia lakukan dan kelompokkan). Betapa mengherankannya hal ini !?!.

No. 34 : (Hal. 147 no. 7)

Hadis dari Sayidah Maymunah ra. : ”Tidak seorangpun mengambil pinjaman, maka hal itu pasti berada dalam pengetahuan Allah SWT .. (HR. An-Nasa’I,7315 dan lainnya).

Al-Albani menyatakan dalam kitab “Dhoif An-Nasa’i, hal. 190″: ” Shahih,
kecuali bagian ‘Al-Dunya’ ”. kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/156″, dengan mengatakan bahwa seluruh hadis ini adalah ‘SAHIH’, termasuk bagian ‘Al-Dunya’. Lihatlah sungguh sebuah kontradiksi yang menakjubkan ?!?

No 35 : (Hal. 147 no. 8 )

Hadis dari Buraida ra. : ”Kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan para penghuni neraka” (maksudnya adalah cincin besi) (HR. AN-Nasa’I 8/172 dan lainnya).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini adalah ‘Shohih’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/153 no. 5540″, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif An-Nasa’I , hal. 230″ !!!

No 36 : (Hal. 148 no. 9 )

Hadis dari Abu Hurairah ra. : ”Siapapun yang membeli karpet untuk tempat duduk, maka ia punya waktu 3 hari untuk meneruskan atau mengembalikannya dengan catatan tidak ada noda coklat pada warnanya ” (HR. An-Nasa’I 7/254 dan lainnya).

Al-Albani mendhoifkan hadis ini yang ditujukkan pada bagian lafadz ‘3 hari’ yang terdapat dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, hal. 186″, dengan
mengatakan : ” Benar, kecuali bagian ‘3 hari’ ”. Akan tetapi kontradiksi
yang ‘jenius’ kembali ia lakukan dengan mengoreksi kembali status hadis ini dan termasuk bagian lafadz ‘3 hari’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 5/220 no. 5804″. Jadi sadarlah (Wahai Al-Albani) ?!?

No. 37 : (Hal. 148 no. 10)

Hadis dari Abu Hurairah ra. : ‘Barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari
sholat Jum’at maka ia telah mendapatkan (seluruh raka’at -pent)’ (HR. Ibn Majah 1/356 dan lainnya).

Al-Albani mendhoifkan hadis ini dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, no. 78 hal. 49″, dengan mengatakan : “Tidak normal (Syadz), dimana lafadz ‘Jum’at’ disebutkan” (dalam hadis ini -pent). Kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Shohih’, termasuk bagian lafadz ‘Jum’at’ dalam kitab “Irwa, 3/84 no. 622 .” Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan-kesalahanmu ?!?

BERBAGAI KONTRADIKSI YANG IA LAKUKAN DALAM MENILAI PERAWI HADIS

No 38 : (Hal. 157 no 1 )

KANAAN IBN ABDULLAH AN-NAHMY :- Al-Albani berkata dalam “Shahihah, 3/481″ :
“Kanaan dianggap hasan, karena ia didukung oleh Ibn Mu’in”. Al-Albani
kemudian membuat pertentangan bagi dirinya dengan mengatakan, ”Hadis dhoif karena Kanaan” (Lihat Kitab “Dhoifah, 4/282″)!!

No 39 : (Hal. 158 no. 2 )

MAJA’A IBN AL-ZUBAIR : – Al-Albani telah mendhoifkan Maja’a dalam “Irwaal-Ghalil, 3/242″, dengan mengatakan bahwa: ” Sanad ini lemah karena Ahmad telah berkata : Tidak ada yang salah dari Maja’a, dan Daruqutni telah melemahkannya …”.

Al-Albani kemudian membuat kontradiksi lagi dalam kitab “Shahihah, 1/613″,dengan mengatakan : ”Orang ini (perawi hadis) adalah terpercaya kecuali Maja’a, dimana ia adalah seorang perawi hadis yang baik”. Sungguh kontradiksi yang ‘menakjubkan’ !?!

No 40 : (Hal. 158 no. 3 )

UTBA IBN HAMID AL-DHABI : – Al-Albani telah mendhoifkannya dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 5/237″, dengan mengatakan : ‘Dan ini adalah sanad yang dhoif karena tiga sebab … Salah satunya adalah sebab kedua, karena lemahnya Al-Dhabi, Al-Hafiz berkata : ”perawi yang terpercaya namun sering salah (dalam meriwayatkan hadis -pent)”.

Al-Albani kembali membuat kontradiksi yang sangat aneh dalam kitab
“Shahihah, 2/432″, dimana ia menyatakan bahwa sanad yang menyebutkan Utba : ”Dan ini adalah sanadnya hasan, Utba ibn Hamid al-Dhabi adalah perawi terpercaya namun sering salah, dan sisanya dalam sanad ini adalah para perawi yang terpercaya ???

No 41 : (Hal. 159 no. 4 )

HISHAM IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/325″ : “Hisham ibn Sa’ad adalah perawi hadis yang baik.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 1/283″ dengan menyatakan: “Akan tetapi Hisham ini lemah hafalannya”. Lihat betapa ‘menakjubkan’ ???

No 42 : (hal. 160 no. 5 )

UMAR IBN ALI AL-MUQADDAMI :- Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Shahihah, 1/371″, dimana ia berkata : ”Ia sendiri sebetulnya adalah terpercaya namun ia pernah melakukan pemalsuan yang sangat buruk yang membuatnya tidak terpercaya..”. Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah, 2/259″ dengan menerimanya dan menggambarkannya sebagai perawi yang terpercaya pada sanad yang didalamnya menyebutkan Umar ibn Ali. Al-Albani berkata : ”Dinilai oleh Al-Hakim, yang berkata : ‘A shohih isnad (sanadnya shohih -pent)’, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya, dan hadis (statusnya -pent) ini sebagaimana yang mereka katakan (yaitu hadis shohih -pent).” Sungguh ‘menakjubkan’ !?!

No 43 : (Hal. 160 no. 6 )

ALI IBN SA’EED AL-RAZI : Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Irwa, 7/13″, dengan menyatakan : “Mereka tidak mengatakan sesuatu yang baik tentang al-Razi.” Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab-nya yang lain yang ‘menakjubkan’ yang ia karang yaitu kitab “Shahihah, 4/25″, dengan berkata : “Ini sanad (hasan) dan para perawinya adalah terpercaya”. Maka berhati-hatilah ?!?

No 44 : (Hal. 165 no. 13 )

RISHDIN IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitabnya “Shahihah, 3/79″ : “Didalamnya (sanad) ada perawi bernama Rishdin ibn Sa’ad, dan ia telah dinyatakan terpercaya”. Tetapi ia kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa ia adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoifah, 4/53″; dimana ia berkata : “Dan Rishdin ibn Sa’ad adalah Dhoif”. Maka
berhati-hatilah dengan hal ini !!

No 45 : (Hal. 161 no. 8 )

ASHAATH IBN ISHAQ IBN SA’AD : Sungguh aneh pernyatan Syeikh Albani ini ?!? Dia berkata dalam kitab “Irwa A-Ghalil, 2/228″: ‘Statusnya tidak diketahui dan hanya Ibn Hibban yang mempercayainya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri sebagaimana biasanya ! karena ia hanya menukil dari kitab dan tidak ada hal lain yang ia lakukan, kemudian ia sebatas menukilnya tanpa pengetahuan yang memadai, hal ini terbukti dalam kitab “Shahihah, 1/450″, dimana ia berkata mengenai Ashath : ”Terpercaya”. Sungguh ‘menakjubkan’ apa yang ia lakukan !?!

No 46 : (hal.162 no. 9 )

IBRAHIM IBN HAANI : Yang mulia ! Yang Jenius ! Sang Peniru ! telah membuat Ibrahim Ibn Hani menjadi perawi terpercaya disatu tempat dan menjadi tidak dikenal (majhul) ditempat yang lain. Al-Albani berkata dalam kitab ‘Shahihah, 3/426′: “Ibrahim ibn Hani adalah terpercaya”, Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri seperti yang ia tulis didalam kitab “Dhoifah, 2/225″, dengan menyatakan bahwa ‘ia tidak dikenal dan hadisnya tertolak’ ?!?

No 47 : (Hal. 163 no. 10 )

AL-IJLAA IBN ABDULLAH AL-KUFI : Al-Albani telah meneliti sebuah sanad
kemudian menyatakan bahwa sanad tersebut baik dalam kitab “Irwa, 8/7″, dengan kalimat : ”Dan ini adalah sanad yang baik, para perawinya
terpercaya, kecuali untuk Ibn Abdullah Al-Kufi yang merupakan orang yang terpercaya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri dengan mendhoifkan sanad yang didalamnya terdapat Al-Ijla dan menjadikan keberadaannya (yaitu Al-Ijla -pent) untuk dijadikan sebagai alasan bahwa hadis itu ‘Dhoif’ (Lihat kitab ‘Dhoifah, 4/71′); dimana ia berkata :” Ijla Ibn Abdullah adalah lemah ”. Al-Albani lalu menukil pernyataan Ibn Al-Jauzi (Rahimahullah), dengan mengatakan bahwa : ”Al-Ijla tidak mengetahui apa yang ia katakan” ?!?

No 48 : (Hal. 67-69 )

ABDULLAH IBN SALIH : KAATIB AL-LAYTH :- Al-Albani telah mengkritik Al-Hafiz Al-Haitami, Al-Hafiz Al-Suyuti, Imam Munawi and Muhaddis Abu’l Fadl Al-Ghimari (Rahimahullah) dalam bukunya “Silsilah Al-Dhoifah, 4/302″, ketika meneliti sebuah sanad hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih. Ia berkata di halaman 300 : ”Bagaimana sebuah hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih akan menjadi baik dan hadisnya menjadi bagus, meskipun ia banyak melakukan kesalahan dan ketelitiannya yang kurang, serta ia pernah memasukkan sejumlah hadis yang bermasalah dalam kitabnya, dan ia menukil hadis-hadis itu tanpa mengetahui (status -pent) darinya”. Ia tidak menyebutkan bahwa Abdullah Ibn Salih adalah salah seorang dari perawi Imam al-Bukhari (yaitu para perawi yang digunakan oleh Imam Bukhari dalam kitab
shohih-nya -pent), hanya karena hal ini ‘tidak cocok dengan seleranya’, dan ia juga tidak menyebutkan bahwa Ibn Mu’in dan sejumlah kritikus hadis ternama telah menyatakan bahwa mereka adalah ‘terpercaya’. Tetapi kemudian ia menentang dirinya sendiri pada bagian lain dari kitabnya dengan menjadikan hadis yang didalam sanadnya terdapat Abdullah Ibn Salih sebagai hadis yang baik, dan inilah nukilannya :

Al-Albani berkata dalam Silsilah Al-Shahihah, 3/229″ : “Dan sanad hadis ini baik, karena Rashid ibn Sa’ad adalah terpercaya menurut Ijma’ (kesepakatan para Ulama hadis -pent), dan siapakah yang lebih darinya sebagai perawi dari hadis Shohih, dan didalamnya terdapat Abdullah Ibn Salih yang pernah mengatakan sesuatu yang tidak membahayakan dengan pertolongan Allah SWT” ?!? Al-Albani juga berkata dalam “Sahihah, 2/406″ tentang sanad yang didalamnya terdapat Ibn Salih : “Sanadnya baik dalam hal ketersambungannya” dan ia katakan lagi dalam kitab “Shahihah 4/647″ : ”Hadisnya baik karena bersambung”.

PENUTUP

Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Yang Terhormat Al-Muhaddis Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof’ dimana dalam kitab-nya tersebut beliau (Rahimahullah) menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari Syeikh Al-Albani dalam ki tab-kitab yang beliau tulis seperti contoh diatas. Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyadang gelar ‘Al-Muhaddis’ (Ahli Hadis) dan tidak memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadis dari Universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaik’h yang memang ahli dalam bidang ini.

Dan Para Ulama telah menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar hanya ‘orang yang memang memenuhi kriteria sajalah’ yang layak menyadang gelar ini seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang siapa Ahli Hadis (muhaddis) itu sebenarnya :

“Menurut sebagian Imam hadis, orang yang disebut dengan Ahli Hadis (Muhaddis) adalah orang yang pernah menulis hadis, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadis), dan mengomentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah mengenakan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai-pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadis Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya ,bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddis bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam” ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).

Sehingga yang layak menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddis’ generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’I, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi ,Imam Ibn Hibban dll.

Sehingga apakah tidak terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk Ghuluw -pent) dengan menyamakan mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim, imam Abu Dawud dkk -pent) dengan sebagian Syeikh yang tidak pernah menulis hadis, membaca, mendengar, menghafal, meriwayatkan, melakukan perjalanan mencari hadis atau bahkan memberikan kontribusi pada perkembangan Ilmu hadis yang mencapai seribu karangan lebih !?!!.

Sehingga bukan Sunnah Nabi yang dibela dan ditegakkan, malah sebaliknya yang muncul adalah fitnah dan kekacauan yang timbul dari pekerjaan dan karya-karyanya, sebagaimana contoh-contoh diatas.

Ditambah lagi dengan munculnya sikap arogan, dimana dengan mudahnya kelompok ini menyalahkan dan bahkan membodoh-bodohkan para Ulama, karena berdasar penelitiannya (yang hasilnya (tentunya) perlu dikaji dan diteliti ulang seperti contoh diatas), mereka ‘berani’ menyimpulkan bahwa para Ulama Salaf yang mengikuti salah satu Imam Madzhab ini berhujah dengan hadis-hadis yang lemah atatu dhoif dan pendapat merekalah yang benar (walaupun klaim seperti itu tetaplah menjadi klaim saja, karena telah terbukti berbagai kesalahan dan penyimpangannya dari Al-Haq).

Oleh karena itu para Ulama Salaf Panutan Umat sudah memperingatkan kita akan kelompok orang yang seperti ini sbb :

– Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis yang bermadzab Hanafi menukil
pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15 : ”Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan ,padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang bertentangan dengan madzab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW. Padahal hadis ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadis yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadis seperti ini diserahkan secara mutlak
kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang ”.

– Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz
2hal. 130, dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi Al-Mujtahid Ibn Laila
bahwa ia berkata : ” Seorang tidak dianggap memahami hadis kalau ia
mengetahui mana hadis yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan”.

– Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik, juz 2hal. 427; Ibn Wahab berkata : ”Kalau saja Allah tidak menyelamatkanku melalui Malik Dan Laits, maka tersesatlah aku. Ketika ditanya, mengapa begitu, ia menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadis dan itu membingungkanku. Lalu aku menyampaikannya pada Malik dan Laits, maka mereka berkata : ”Ambillah dan tinggalkan itu”.

– Imam Malik berpesan kepada kedua keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra Abi Uwais); ”Bukankah kalian menyukai hal ini (mengumpulkan dan mendengarkan hadis) serta mempelajarinya ?, Mereka menjawab : ‘Ya’ , Beliau berkata : Jika kalian ingin mengambil manfaat dari hadis ini dan Allah menjadikannya bermanfaat bagi kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian dan pelajarilah lebih dalam ”. Seperti ini pula Al-Khatib meriwayatkan dengan sanadnya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih juz IIhal. 28.

– Al-Khotib meriwayatkan dalam kitabnya Faqih wa Al-Mutafaqih, juz IIhal.
15-19, duatu pembicaraan yang panjang dari Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy berkata : ” Perhatikan hadis yang kalian kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha agar kalian menjadi ahli fiqh”.

– Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz Ihal. 66, dengan penjelasan yang
panjang dari para Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap As-Sunnah, a.l :

a- Umar bin Khotab berkata diatas mimbar: ”Akan kuadukan kepada Allah orang yang meriwayatkan hadis yang bertentangan dengan yang diamalkan”.

b- Imam Malik berkata : ”Para Ahli Ilmu dari kalangan Tabi’in telah
menyampaikan hadis-hadis, lalu disampaikan kepada mereka hadis dari orang lain, maka mereka menjawab : ”Bukannya kami tidak tahu tentang hal ini. Tetapi pengamalannya yang benar adalah tidak seperti ini” .

c- Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah ditanya : ”Sesungguhnya telah sampai kepadaku hadis begini dan begitu (berbeda dengan pendapatnya-pent). Maka ia menjawab: ”Saya pernah mendengarnya, tetapi aku menyaksikan pengamalannya tidak seperti itu” .

d- Ibn Abi zanad , “Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha untuk menanyai mereka tentang sunnah dan hukum-hukum yang diamalkan agar beliau dapat menetapkan. Sedang hadis yang tidak diamalkan akan beliau tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para perawi yang terpercaya”. Demikian perkataan Qodhi Iyadh.

e- Al- Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ‘ala
Kholaf’hal.9, berkata: “Para Imam dan Fuqoha Ahli Hadis sesungguhnya
mengikuti hadis shohih jika hadis itu diamalkan dikalangan para Sahabat atau generasi sesudahnya, atau sebagian dari mereka. Adapun yang disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak boleh diamalkan, karena tidak akan meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar pengetahuan bahwa ia memang tidak diamalkan”.

Sehingga cukuplah hadis dari Baginda Nabi SAW berikut untuk mengakhiri
kajian kita ini, agar kita tidak menafsirkan sesuatu yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya :

Artinya : ”Akan datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada masa itu para pendusta dibenarkan, orang-orang yang jujur didustakan; para pengkhianat dipercaya dan orang-orang yang amanah dianggap khianat, serta bercelotehnya para ‘Ruwaibidhoh’. Ada yang bertanya : ‘Apa itu ‘Ruwaibidhoh’ ?. Beliau menjawab : ”Orang bodohpandir yang berkomentar tentang perkara orang banyak” (HR. Al-Hakim jilid 4hal. 512No. 8439 — ia menyatakan bahwa hadis ini shohih; HR. Ibn Majah jilid 2hal. 1339no. 4036; HR. Ahmad jilid 2hal. 219,338No. 7899,8440; HR. Abi Ya’la jilid 6hal. 378no. 3715; HR. Ath-Thabrani jilid 18hal. 67No. 123; HR. Al-Haitsami jilid 7hal. 284 dalam Majma’ Zawa’id).

NB : (Syeikh Saqqof kemudian melanjutkan dengan sejumlah nasihat yang penting, yang karena alasan tertentu tidak diterjemahkan, akan tetapi lebih baik bagi anda untuk menilik kembali kitab ini dalam versinya yang berbahasa arab).

Dengan pertolongan Allah, nukilan yang berasal dari kitab Syeikh Saqqof
cukup memadai untuk menyakinkan para pencari kebenaran, serta menjelaskan siapakah sebenarnya orang yang awam dengan sedikit pengetahuan tentang ilmu hadis.

Perhatikan peringatan Al-Hafidz Ibn Abdil Barr berikut: ” Dikatakan oleh Al-Qodhi Mundzir, bahwa Ibn Abdil Barr mencela dua golongan, yang pertama , golongan yang tenggelam dalam ra’yu dan berpaling dari Sunnah, dan kedua, golongan yang sombong yang berlagak pintar padahal bodoh ” (menyampaikan hadis, tetapi tidak mengetahui isinya -pent) (Dirangkum dari Jami’ Bayan Al-Ilm juz IIhal. 171).

Syeikhul Islam Ibn Al-Qoyyim Al-Jawziyah berkata dalam I’lamu Al-Muwaqqi’in juz Ihal. 44, dari Imam Ahmad, bahwa beliau berkata: ” Jika seseorang memiliki kitab karangan yang didalamnya termuat sabda Nabi SAW, perbedaan Sahabat dan Tabi’in, maka ia tidak boleh mengamalkan dan menetapkan sekehendak hatinya sebelum menanyakannya pada Ahli Ilmu, mana yang dapat diamalkan dan mana yang tidak dapat diamalkan, sehingga orang tersebut dapat mengamalkan dengan benar”.

THE IMAM AL-NAWAWI HOUSE

PO BOX 925393

AMMAN

JORDAN

NB : Dinukil dan disusun secara bebas dari kitab Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof yang berjudul ‘Tanaqadat al- Albani al-Wadihat’
(Kontradiksi yang sangat jelas pada Al-Albani) oleh Syeikh Nuh Ha Mim Killer dan kawan-kawan, dalam versi bahasa Inggris dengan judul ‘AL-ALBANI’S WEAKENING OF SOME OF IMAM BUKHARI AND MUSLIM’S AHADITH

.

Categories: ARTIKEL ILMU

Peringatan Nuzulul Qur’an

October 1, 2007 1 comment

Urgensi Al-Qur’an dalam Kehidupan Muslim
(Refleksi Peringatan Nuzulul Qur’an)
Oleh: Ustadz Muladi Mughni, Lc.

Pada malam hari di bulan ramadhan yang mulia ini, kita tengah memperingati
malam Nuzulul Quran. Di mana “mayoritas” ulama berpendapat bahwa saat
diturunkannya wahyu pertama al-Quran yaitu terjadi pada bulan suci
ramadhan. Hal ini juga diperkuat dengan firman Allah swt dalam surat
al-Qadr (1-5). Read more…

Categories: ARTIKEL ILMU